Ada tiga
unsur utama dalam sebuah negara. Yang pertama adalah rakyat. Yang kedua
wilayah. Yang ketiga adalah pemerintah yang berdaulat. Yang pertama dan kedua,
rakyat dan wilayah, pada dasarnya bersifat tetap, sementara yang ketiga,
pemerintah yang berdaulat, berganti atau berubah.
Dalam negara kerajaan absolut, penguasa (raja atau
ratu) berganti tetapi penggantian ditentukan sendiri oleh keluarga (dewan)
raja. Dalam negara otoriter, pergantian penguasa dilakukan oleh elite penguasa
atau oleh partai penguasa (ruling party). Dalam negara demokrasi pergantian
penguasa (presiden dan/atau perdana menteri) dilakukan oleh rakyat, baik secara
langsung, seperti di Indonesia, Filipina, dan Perancis, maupun oleh dewan
pemilih (electoral college) seperti di Amerika Serikat.
Demikian pula program dan kebijaksanaan negara
kerajaan absolut dan negara otoriter ditentukan sendiri oleh penguasa. Lain
halnya di negara demokrasi, kebijaksanaan dan program ditentukan oleh
pemerintah berdasarkan kehendak rakyat.
Indonesia adalah negara demokrasi. Pasal 22E UUD
1945 memerintahkan pergantian kekuasaan, yang juga diikuti dengan perubahan
kebijakan pemerintah, dilakukan melalui pemilihan umum setiap 5 tahun sekali.
Para wakil rakyat yang akan duduk dalam DPR/DPRD akan ditentukan oleh rakyat
melalui pemilu. Presiden dan Wakil Presiden juga akan ditentukan oleh rakyat
dalam pemilu.
Di Indonesia, memilih dan dipilih adalah hak warga
negara. Pada dasarnya setiap warga
negara memiliki hak memilih dan hak dipilih (hak pilih). Tetapi ada batasan
perundang-undangan yang mengatur agar hak itu bernilai seperti maksudnya.
Misalnya hak untuk dipilih menjadi presiden adalah hak setiap warga negara
Indonesia, pria maupun wanita, yang berusia minimal 35 tahun, berpendidikan
terendah sekolah menengah atas/sederajat, tidak pernah dijatuhi hukuman penjara
yang sudah berkekuatan hukum tetap karena pidana dengan ancaman hukuman 5 tahun
atau lebih, sehat lahir-batin, dan terdaftar sebagai pemilih, dll.
Syarat lainnya, yang bersangkutan dicalonkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum (UU
42/2008). Untuk mencalonkan diri menjadi anggota DPR/DPRD ada syarat, WNI, umur
paling rendah 21 tahun, berpendidikan terendah terendah sekolah menengah
atas/sederajat, tidak pernah dijatuhi hukuman penjara yang sudah berkekuatan
hukum tetap karena pidana dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih, anggota
PNS/TNI/POLRI harus berhenti permanen, bersedia bekerja penuh waktu, sehat
lahir-batin, dicalonkan oleh dan anggota dari partai politik peserta pemilu,
serta terdaftar sebagai pemilih.
Sedangkan untuk memilih juga ada syarat, seperti
WNI, usia terendah 17 tahun atau sudah
kawin, dan terdaftar sebagai pemilih.
Suara kita masing-masing hanya satu, sama
nilainya, pria atau wanita, tua atau muda, agama A atau agama B, tinggal di
pulau Jawa atau di pulau-pulau Raja Ampat. Tetapi karena berapa pun jumlah
suara orang Indonesia seluruhnya, katakanlah 150 juta, jumlah itu terdiri dari
suara 150 juta pemilih yang masing-masing memiliki 1 suara. Jadi satu suara itu
penting.
Kumpulan satu-satu suara itu, bila menang, akan
menentukan apakah Bapak A atau Ibu B yang akan menjadi Presiden. Kalau dia yang
menjadi presiden maka kebijakannya akan begini atau begitu, karena Bapak itu
begini dan Ibu ini begitu. Kalau partai C atau partai D yang menang maka DPR,
misalnya, akan akan lebih sungguh melakukan pengawasan dan seterusnya. Artinya
suara yang masing-masing satu, bila terkumpul, bisa menentukan siapa yang akan
memimpin negara dan bagaimana kebijakan negara meningkatkan kesejahteraan
rakyat dan menegakkan hukum, misalnya.
Dengan demikian sebenarnya memberikan satu suara
itu adalah menyatakan suatu pikiran atau pilihan pendapat. Dari uraian diatas
dapat dilihat betapa pentingnya pendapat
atau suara rakyat, suara anda.
Dengan itu, kita membuat catatan yang pertama:
karena suara anda berharga, anda harus memastikan terdaftar sebagai pemilih.
Catatan yang kedua, hak pilih, yaitu hak untuk
dipilih dan hak memilih, sesuai namanya secara hukum adalah hak, bukan
kewajiban. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa kedaulatan ada di tangan
rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Nilainya menjadi tinggi,
merupakan hak kedaulatan. Selanjutnya ditegaskan oleh Pasal 27 bahwa setiap
orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan.
Namun harus disadari bahwa dalam negara demokrasi,
nasib rakyat, bangsa, dan negara ada di tangan rakyat. Jadi menggunakan hak itu
adalah pernyataan tanggung jawab. Sanksinya bukan sanksi hukum, tetapi sanksi
sosial, rasa setia kawan untuk bersama-sama bertanggung jawab pada bangsa dan
negara. Ini berbeda dengan misalnya, Singapura. Di sana penggunaan hak pilih adalah wajib. Seseorang
bisa dihukum pidana bila tidak memilih dalam pemilu.
Suara kita bukan hanya menyangkut pemilu, tetapi
juga mengenai pembentukan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan negara, baik di pusat maupun di
daerah. Pasal 28 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul dan untuk
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pasal 28A s/d 28J lebih jauh
menjamin hak-hak asasi rakyat. Dengan jaminan itu aspirasi rakyat dapat dan
perlu disalurkan melalui media massa,
berbagai organisasi masyarakat, partai politik, kedalam mesin pemerintahan,
untuk diolah dan selanjutnya menentukan atau mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Oleh karena itu rakyat harus menggunakan hak
bersuara, menyatakan pikirannya, untuk memberi masukan dan pandangan mengenai
suatu hal, baik langsung kepada pemerintah, para wakil rakyat, ataupun melalui
media massa, organisasi-organisasi seperti LSM, partai politik, RT/RW, dan
sebagainya.
Rakyat tidak berada dalam posisi selalu menerima
(nrimo). Melakukan kegiatan seperti itu, yang juga sering disebut melakukan
advokasi, pada dasarnya adalah merupakan ekspresi rasa tanggung jawab kepada
bangsa dan Negara.
Agar supaya suara kita itu betul-betul berharga
dan dapat disumbangkan dengan bernilai, tentu diperlukan pengetahuan dan
informasi yang cukup. Warga perlu, melalui pelatihan dan diskusi, bacaan dan siaran
media massa seperti koran, majalah, radio, dan televisi, memahami bagaimana cara bekerja negara dan
pemerintah dan apa saja hak dan tanggung jawab kita sebagai warga. Kita tidak
akan terjerumus dalam tindak anarki dan suara anda tidak terbuang sia-sia.
Sumber :