A. STEREOTIP
DALAM ETIKA KOMUNIKASI
Stereotip
adalah kepercayaan publik yang diselenggarakan umum tentang kelompok sosial
tertentu atau jenis individu. Konsep "stereotipe" dan "
prasangka "sering bingung dengan banyak arti yang berbeda lainnya.
Stereotip yang dibakukan dan konsep-konsep yang disederhanakan dari kelompok
berdasarkan beberapa asumsi sebelumnya. Secara umum, stereotip tidak didasarkan
pada kebenaran obyektif melainkan subjektif dan kadang-kadang kandungan
bahan-diverifikasi.
Stereotipe merupakan pendapat atau
gambaran mengenai orang-orang dari kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut
hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu
tersebut. Kelompok ini mencakup kelompok ras, kelompok etnik, kaum tua,
berbagai pekerjaan profesi, atau orang dengan penampilan fisik tertentu.
Stereotipe kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan
diskriminatif terhadap kelompok lain.
Tidak sedikt orang menjadikan stereotipe
sebagai alasan untuk mengucilkan kelompok lain berarti orang tersebut tidak
menganggap bahwa manusia memiliki keunikan yang bermacam- macam.
Beberapa poin penting dari definisi
stereotip di atas antara lain penilaian yang bersifat subjektif dan dapat
berupa kesan positif maupun negatif. Walaupun lebih cenderung negatif.
Stereotip biasanya muncul pada
orang-orang yang tidak mengenal sungguh-sungguh orang/kelompok lain. Apabila
kita menjadi akrab dengan etnis bersangkutan maka stereotip tehadap
orang/kelompok itu biasanya akan menghilang.
Apa
yang meyebabkan stereotip itu terjadi ? Louis Alvin Day (2006):
1) Manusia
ingin secara cepat/instan untuk menyelesaikan persoalannya. Terutama
masalah-masalah yang bersifat praktis. (termasuk bisnis & berita).
2) Manusia
punya keterbatasan untuk memahami semua hal dalam jangka waktu yang cepat.
Sehingga berita/informasi yang didapat seseorang menjadi semacam
testimoni/pembuktian.
3) Manusia
cenderung menggunakan ‘second opinion’ untuk menyampaikan sebuah kebenaran.
4) Manusia
punya kepentingan, intens (niat) untuk dapat eksis dalam sebuah entitas budaya.
Edward
hall & Samovar :
Ada
3 hal yang dapat menghalangi munculnya persoalan stereotip :
1) Deontologi,
(Immanuel Kant) ; Agama, Filsafat, yang bertujuan mencapai kebenaran.
Sebuah
cara ortodoks manusia untuk memahami kehidupan sosial kembali kepada agama (keshalehan
individual).
2) Teleologis
; konsep-konsep kearifan lokal
Menekankan
pada konsekuensi dari sebuah keputusan, dan cara ini tidak melihat motif
penyampaian pesan. Bukan hanya semata-mata dorongan moral (deontologis) tetapi
manusia dipandang sebagai pemegang otoritas moral sekalipun ia tidak beragama
dan tidak mempunyai filsafat.
3) Pendekatan
Golden Mean, dalam hal ini seseorang harus menilai internal dirinya sama
bagusnya dengan menilai orang lain. Ada keseimbangan antara individu secara
internal & individu lain secara eksternal yang sifatnya sejajar (egaliter).
Sehingga tidak memunculkan etika ekslusif.
4) Media
literacy, suatu konsep yang dapat memilih secara cerdas pesan-pesan komunikasi
& menularkan hal-hal yang baik pada orang lain.
A. PREJUDICE
Menurut
Worchel dan kawan-kawan (2000), pengertian prasangka (prejudice) dibatasi
sebagai sifat negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap suatu kelompok
dan individu anggotanya. Prasangka atau prasangka sosial merupakan
perilaku negatif yang mengarahkan kelompok pada individualis
berdasarkan pada keterbatasan atau kesalahan informasi tentang kelompok.
Prasangka juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat emosional,
yang akan mudah sekali menjadi motivator munculnya ledakan sosial.
Perbedaan
Stereotipe dan Prasangka
Stereotip
merupakan bentuk tipe kognitif dari prasangka, sehingga pengertian antara
prasangka dan stereotip sering dikaburkan. Stereotip mempunyai beberapa
karakteristik pokok yang membedakannya dengan prasangka, antara lain:
-
Stereotip didasarkan pada penafsiran
yang kita hasilkan atas dasar cara pandang dan latar belakang budaya kita.
Stereotip juga dihasilkan dari komunikasi kita dengan pihak-pihak lain, bukan
dari sumbernya langsung. Karenanya interpretasi kita mungkin salah, didasarkan
atas fakta yang keliru atau tanpa dasar fakta kelompok tersebut.
-
Stereotip seringkali diasosiasikan
dengan karakteristik yang bisa diidentifikasi. Ciri-ciri yang kita identifikasi
seringkali kita seleksi tanpa alasan apapun. Artinya bisa saja kita dengan
begitu saja mengakui suatu ciri tertentu dan mengabaikan ciri yang lain.
-
Stereotip merupakan generalisasi dari
kelompok kepada orang-orang di dalam kelompok tersebut. Generalisasi mengenai
sebuah kelompok mungkin memang menerangkan atau sesuai dengan banyak individu
dalam suatu kelompok
Contoh
dari Prejudice
Misalnya
kita menganggap setiap orang pada suku tertentu itu malas, pelit , dan lain
nya.
Sedangkan
contoh dari Stereotype
Ketika kita sudah beranggapan begitu
pada suatu suku , maka kita tidak akan menempatkan dia pada suatu posisi yang
kita rasa tidak cocok.
Stereotype
dapat bersifat positif maupun negative, namun kedua nya tetap saja membahayakan
Karena 3 hal yaitu :
1) Stereotype
membuat kita untuk tidak memperlakukan seseorang sebagai seorang individu,
misal, kita cenderung melihat anggota dari kelompok berdasarkan stereotype
kelompok nya
2) Stereotype
membuat kita memiliki ekspektasi yang sempit tentang perilaku, misal, kita
hanya akan memprediksi prilakub berdasarkan stereotype kelompok tertentu
3) Stereotype
dapat menyebabkan faulty attribution , dimana attribution theory itu sendiri
adalah teori yang menyatakan bahwa orang-orang cenderung mencari penjelasan
perilaku orang lain dari perilaku orang itu sendiri
Faulty
attribution adalah kita hanya melihat bukti yang mendukung stereotype kita dan
menolak segala bukti yang bertolak belakang.
Automatic prejudice merupakan prejudice yang muncul nya tidak kita
sadari , prejudice ini muncul secara otomatis.
Penyebab
dari prejudice dan Stereotype adalah sebagai berikut :
-
Realistic conflict , karena adanya
persaingan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain nya, atau kelompok
yang lebih kuat.
-
Us versus them, karena ada kecenderungan
manusia untuk membuat 2 kelompok , yaitu kelompok kita danmereka. Kelompok kita
disebut “in-group” sedangkan grup yang tersisih disebut “out-group”
-
Social learning, ketika kita mendapatkan
tersebut melalu proses belajar dari orang lain.
Combating
prejudice , merupakan cara untuk mengurangi prejudice, yaitu :
-
Recognize prejudice, langkah paling awal, adalah untuk mengakui
bahwa prejudice ini memang ada dan kita harus sadar dan mengerti akan
konsekuensinya
-
Control automatic prejudice, sebisa mungkin menolak prejudice yang
bersifat negative
-
Increase contact among prejudiced
groups, berhubungan, berkomunikasi yang langsung terhadap orang-orang dari
kelompok lain, dengan hal ini prejudice akan dapat dikurangi , akan tetapi ada
4 hal yang harus di perhatikan, yaitu :
-
Kedua grup harus mempunyai status yang
kurang lebih sama
-
Menganggap seseorang sebagai individu,
bukan pengecualian kelompok
-
Contact yang dilakukan bersifat informal
B. ETIKA
BISNIS
Etika
bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh
aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika
Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku
karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan
pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Dari
pengertian etika bisnis tersebut, di bentuknya dalam sebuah perusahaan agar
menjadikan perusahaan tersebut mempunyai nilai-nilai luhur yang mesti di taati
untuk meningkatkan kinerja dan menggapai visi perusahaan. Sebuah perusahaan,
yakin betul bahwasanya bisnis yang baik dan sukses adalah bisnis yang memiliki
sebuah etika, etika bisnis ini dapat menjadi sebuah pedoman karyawan untuk
menjalankan pekerjaannya secara profesional, tanggung jawab, jujur, transparan,
dan lain-lain.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar