1. Teori Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika
lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.
Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan
ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara
langsung atau tidak langung.
Nilai tertinggi adalah manusia dan
kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian.
Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan
perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia.
Oleh karenanya alam pun hanya dilihat
sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan
manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai
nilai pada dirinya sendiri.
2. Teori Ekosentrisme
Ekosentrisme Berkaitan
dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan biosentrisme yang hanya
memusatkan pada etika pada biosentrisme, pada kehidupan seluruhnya,
ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang
hidup maupun tidak. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda
abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan
tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan
tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.
3. Teori Egosentris
Etika yang mendasarkan
diri pada berbagai kepentingan individu (self). Egosentris didasarkan pada
keharusan individu untuk memfokuskan diri dengan tindakan apa yang dirasa baik
untuk dirinya. Egosentris mengklaim bahwa yang baik bagi individu adalah baik
untuk masyarakat. Orientasi etika egosentris bukannya mendasarkan diri pada
narsisisme, tetapi lebih didasarkan pada filsafat yang menitikberatkan pada
individu atau kelompok privat yang berdiri sendiri secara terpisah seperti
“atom sosial” (J. Sudriyanto, 1992:4). Inti dari pandangan egosentris ini,
Sonny Keraf (1990:31) menjelaskan:
Bahwa tindakan dari setiap orang pada
dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan diri
sendiri
Dengan demikian, etika
egosentris mendasarkan diri pada tindakan manusia sebagai pelaku rasional untuk
memperlakukan alam menurut insting “netral”. Hal ini didasarkan pada berbagai
pandangan “mekanisme” terhadap asumsi yang berkaitan dengan teori sosial
liberal.
4. Teori Biosentrisme
Teori Biosentrisme
mengagungkan nilai kehidupan yang ada pada ciptaan, sehingga komunitas moral
tidak lagi dapat dibatasi hanya pada ruang lingkup manusia. Mencakup alam
sebagai ciptaan sebagai satu kesatuan komunitas hidup (biotic community).
Inti pemikiran biosentrisme adalah
bahwa setiap ciptaan mempunyai nilai intrinsik dan keberadaannya memiliki
relevansi moral. Setiap ciptaan (makhluk hidup) pantas mendapatkan keprihatinan
dan tanggung jawab moral karena kehidupan merupakan inti pokok dari konsern
moral. Prinsip moral yang berlaku adalah “mempertahankan serta memlihara
kehidupan adalah baik secara moral, sedangkan merusak dan menghancurkan
kehidupan adalah jahat secara moral” (Light, 2003: 109).
Biosentrisme memiliki tiga varian,
yakni, the life centered theory (hidup sebagai pusat), yang dikemukakan oleh
Albert Schweizer dan Paul Taylor, land ethic (etika bumi), dikemukakan oleh
Aldo Leopold, dan equal treatment (perlakuan setara), dikemukakan oleh Peter
Singer dan James Rachel.
5. Etika Homosentris
Etika homosentris mendasarkan diri
pada kepentingan sebagian masyarakat. Etika ini mendasarkan diri pada berbagai
model kepentingan sosial dan pendekatan antara pelaku lingkungan yang
melindungi sebagian besar masyarakat manusia.
Etika homosentris sama dengan etika
utilitarianisme, jadi, jika etika egosentris mendasarkan penilaian baik dan
buruk suatu tindakan itu pada tujuan dan akibat tindakan itu bagi individu, maka
etika utilitarianisme ini menilai baik buruknya suatu tindakan itu berdasarkan
pada tujuan dan akibat dari tindakan itu bagi sebanyak mungkin orang. Etika
homosentris atau utilitarianisme ini sama dengan universalisme etis. Disebut
universalisme karena menekankan akibat baik yang berguna bagi sebanyak mungkin
orang dan etis karena ia menekankan akibat yang baik. Disebut utilitarianisme
karena ia menilai baik atau buruk suatu tindakan berdasarkan kegunaan atau
manfaat dari tindakan tersebut (Sonny Keraf, 1990:34).
Seperti halnya etika egosentris,
etika homosentris konsisten dengan asumsi pengetahuan mekanik. Baik alam mau
pun masyarakat digambarkan dalam pengertian organis mekanis. Dalam masyarakat
modern, setiap bagian yang dihubungkan secara organis dengan bagian lain. Yang
berpengaruh pada bagian ini akan berpengaruh pada bagian lainnya. Begitu pula
sebaliknya, namun karena sifat uji yang utilitaris, etika utilitarianisme ini
mengarah pada pengurasan berbagai sumber alam dengan dalih demi kepentingan dan
kebaikan masyarakat (J. Sudriyanto, 1990:16).
6. Etika Ekosentris
Etika ekosentris mendasarkan diri
pada kosmos. Menurut etika ekosentris ini, lingkungan secara keseluruhan
dinilai pada dirinya sendiri. Etika ini menurut aliran etis ekologi tingkat tinggi yakni deep
ecology, adalah yang paling mungkin sebagai alternatif untuk memecahkan dilema
etis ekologis. Menurut ekosentrisme, hal yang paling penting adalah tetap
bertahannya semua yang hidup dan yang tidak hidup sebagai komponen ekosistem
yang sehat, seperti halnya manusia, semua benda kosmis memiliki tanggung jawab
moralnya sendiri (J. Sudriyanto, 1992:243)
Menurut etika ini, bumi memperluas
berbagai ikatan komunitas yang mencakup “tanah, air, tumbuhan dan binatang atau
secara kolektif, bumi”. Bumi mengubah
perah “homo sapiens” dari makhluk komunitas bumi, menjadi bagian susunan
warga dirinya. terdapat rasa hormat terhadap anggota yang lain dan juga
terhadap komunitas alam itu sendiri (J. Sudriyanto, 1992:2-13). Etika
ekosentris bersifat holistik, lebih bersifat mekanis atau metafisik. Terdapat
lima asumsi dasar yang secara implisit ada dalam perspektif holistik ini, J.
Sudriyanto (1992:20) menjelaskan:
Segala sesuati itu
saling berhubungan. Keseluruhan merupakan bagian, sebaliknya perubahan yang
terjadi adalah pada bagian yang akan mengubah bagian yang lain dan keseluruhan.
Tidak ada bagian dalam ekosistem yang dapat diubah tanpa mengubah dinamika
perputarannya. Jika terdapat banyak perubahan yang terjadi maka akan terjadi
kehancuran ekosistem.
Keseluruhan lebih
daripada penjumlahan banyak bagian. Hal ini tidak dapat disamakan dengan konsep
individu yang mempunyai emosi bahwa keseluruhan sama dengan penjumlahan dari
banyak bagian. Sistem ekologi mengalami proses sinergis, merupakan kombinasi
bagian yang terpisah dan akan menghasilkan akibat yang lebih besar daripada
penjumlahan efek-efek individual.
Makna tergantung pada
konteksnya, sebagai lawan dari “independensi konteks” dari “mekanisme”. Setiap
bagian mendapatkan artinya dalam konteks keseluruhan.
Merupakan proses untuk mengetahui
berbagai bagian.
Alam manusia dan alam non manusia adalah
satu. Dalam holistik tidak terdapat dualisme. Manusia dan alam merupakan bagian
dari sistem kosmologi organik yang sama.
Uraian di atas akan mengantarkan
pada sebuah pendapat Arne Naess, seorang filsuf Norwegia bahwa kepedulian
terhadap alam lingkungan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
Kepedulian lingkungan yang “dangkal”
(shallow ecology)
Kepedulian lingkungan yang “dalam” (deep
ecology).
Kepedulian ekologis ini sering
disebut altruisme platener holistik, yang beranggapan bahwa hal ini memiliki
relevansi moral hakiki, bukan tipe-tipe pengadu (termasuk individu atau
masyarakat), melainkan alam secara keseluruhan (J. Sudriyanto, 1992:22).
7. Teosentrisme
Teosentrisme merupakan teori etika
lingkungan yang lebih memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, yaitu
hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada teosentrism, konsep etika
dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur hubungan manusia dengan
lingkungan. Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini sudah ditekankan dalam
suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), dimana dibahas
hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia
(Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan).
8. Teori
Nikomakea
Teori Nikomakea (bahasa Inggris: 'Nicomachean
Ethics'), atau Ta Ethika, adalah karya Aristoteles tentang kebajikan dan
karakter moral yang memainkan peranan penting dalam mendefinisikan etika
Aristoteles. Kesepuluh buku yang menjadi etika ini didasarkan pada
catatan-catatan dari kuliah-kuliahnya di Lyceum dan disunting atau
dipersembahkan kepada anak lelaki Aristoteles, Nikomakus.
Teori Nikomakea memusatkan perhatian pada
pentingnya membiasakan berperilaku bajik dan mengembangkan watak yang bajik
pula. Aristoteles menekankan pentingnya konteks dalam perilaku etis, dan
kemampuan dari orang yang bajik untuk mengenali langkah terbaik yang perlu
diambil. Aristoteles berpendapat bahwa eudaimonia adalah tujuan hidup, dan
bahwa ucaha mencapai eudaimonia, bila dipahami dengan tepat, akan menghasilkan
perilaku yang bajik.
9. Zoosentrisme
Zoosentrisme adalah etika yang
menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika
pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika
ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat
merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut
etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar
moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan
senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang
dengan penuh belas kasih.
10. Antroposentris
Antroposentris yang
menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris yang mengutamakan
kepentingan generasi penerus. Etika ekologi dangkal yang berkaitan dengan
kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya yaitu Eugene Hargrove dan Mark
Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada aneka kepentingan
manusia, secara khusus kepentingan estetika. Sedangkan etika antroposentris
yang mementingkan kesejahteraan generasi penerus mendasarkan pada perlindungan
atau konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus manusia.
Etika yang
antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan sumber hidup manusia. Etika
ini menekankan hal-hal berikut ini :
1)
Manusia terpisah dari alam,
2)
Mengutamakan hak-hak manusia atas alam
tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia.
3)
Mengutamakan perasaan manusia sebagai
pusat keprihatinannya
4)
Kebijakan dan manajemen sunber daya alam
untuk kepentingan manusia
5)
Norma utama adalah untung rugi.
6)
Mengutamakan rencana jangka pendek.
7)
Pemecahan krisis ekologis melalui
pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara miskin
8)
Menerima secara positif pertumbuhan
ekonomi
SUMBER : http://mariiaulfah.blogspot.co.id/2012/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html